Rita Suryetni

Anak keempat dari pasangan Abah H.Fuadi dan Ibunda Hj. Yulidar. Memiliki keinginan mengabadikan cerita cinta dan kasih sayang orangtua yang tak akan terba...

Selengkapnya
Navigasi Web
Luqman Sang Hakim (2) (Tantangan Gurusiana Hari ke-92)

Luqman Sang Hakim (2) (Tantangan Gurusiana Hari ke-92)

(Lanjutan...)

"Baiklah pak Hakim Hakim, beginilah ceritaku" ujar lelaki tua tersebut

"Silahkan, Aku akan mendengarkan dengan baik" Sang Hakim melekatkan kedua tangan dan memejamkan matanya. Terlihat kantung matanya berlipat kehitaman, sudah pasti Hakim kekurangan waktu tidur karena terlalu sibuk untuk mengurusi pekerjaannya.

"Namaku Mas'ud. Aku memiliki toko pakaian yang berjarak dua hari perjalanan merpati pengantar surat. Aku sudah begitu tua untuk terus mengurus toko itu pak Hakim, jadi aku putuskan untuk meminta salah satu teman jauhku untuk membantuku mengurusnya. Tentu Ia tak akan kesulitan karena jarak rumahnya dan toko milikku tidak sampai satu jam menaiki keledai. Aku senang sekali ketika mendapat surat darinya. Ia menyetujui permintaanku. Lantas kemudian Aku kirimkan dua ekor merpati pos untuknya. Salah satu merpati itu telah biasa aku gunakan untuk berkirim surat semenjak Aku mengurus toko yang jauh jaraknya itu. Biasanya Aku berkirim surat untuk meminta stok pakaian baru dari toko utamaku yang berada di daerah ini. Seekor merpati lainnya pertama kali Aku ajak untuk mengunjungi temanku itu saat satu minggu pertama Ia membantuku, untuk menanyakan kabar dan mengirim stok pakaian baru." Lelaki itu berhenti bercerita, lalu menghela nafas dan menghirup teh melati yang kubuat sampai habis.

Mata hakim terbuka seiring berhentinya cerita dari lelaki itu

" Lantas, bagaimana kelanjutan ceritanya saudara? Aku begitu penasaran dengan kisahmu"

Hakim mengisyaratkanku untuk membuat secangkir teh baru untuk lelaki itu. Aku bergegas ke belakang, dan meracik teh secepat yang Aku mampu.

"Disinilah bagian paling meragukannya pak Hakim" Mata lelaki itu sayu, dan menatap kami berdua dengan penuh harap.

"2 hari lalu aku menerima surat dari temanku. Awalnya aku mengira bahwa Ia akan meminta stok pakaian baru seperti biasa. Namun betapa terkejutnya Aku dengan isi surat tersebut."

"Apa isinya ?" Tanya pak Hakim penuh selidik

Lelaki itu menunjukkan surat yang diterimanya. Surat tersebut bertuliskan "Baiklah Tuan Mas'ud, toko yang disini sekarang telah resmi menjadi milikku. Dan sesuai kesepakatan, Aku akan membelinya seharga 3000 koin perak" disertai dengan stempel dan tanda tangan "Mahmuz" di bagian kanan bawah surat.

"Apakah stempel toko ini milikmu dan tanda tangan ini milik temanmu?" ujar sang Hakim sambil membolak-balik kertas surat yang agak lusuh itu.

"Iya, benar tuan Hakim"

"Lantas dimana bagian anehnya?" pak Hakim memicingkan mata

"Begini pak Hakim. Aku ini telah tua dan pikun. Jadilah Aku ragu bahwa Aku pernah mengirim surat yang menyatakan bahwa Aku menyetujui untuk menjual toko itu. Lalu yang membuat keraguanku semakin meyakinkan adalah sifat jelekku yang suka meraup keuntungan sebesar mungkin. Tak mungkinlah aku menjual toko itu seharga tak lebih dari 10 persen modal yang kutanam" Ujar lelaki itu.

"Lalu, dimana surat yang berisi keinginan temanmu untuk membeli tokomu itu ?"

"Ini pak Hakim. Aku membawanya. Tapi Aku yakin belum mengirim balasan untuk surat ini" Lelaki itu mengeluarkan surat lagi dari kantung kain berwarna hijau miliknya.

"Tuan Mas'ud. Aku tidak ingin Engkau terlalu banyak memikirkan tokomu yang sedang aku urus disini. Maka aku berniat untuk membelinya seharga 3000 koin perak. maka jawablah suratku ini jika Engkau menyetujuinya. Salam, Mahmuz" Isi surat tersebut membuat dahi sang Hakim sedikit berkerut.

"Kapan surat ini datang?"

"Sekitar 6 hari yang lalu. Kenapa pak Hakim?"

Hakim Luqman berdiri dan berjalan mengelilingi ruangan tempat kami berada. Matanya terpejam dan dagunya tertopang oleh tangan yang kokoh. Tangan yang telah banyak memutuskan banyak penyelesaian perkara dengan adil.

"Ada apa dengan pak Hakim?" tanya lelaki itu kepadaku

Aku mengambil cangkir teh melati yang telah kembali kosong diminum oleh lelaki itu " Seperti biasa. Dia sedang berpikir, Tuan Mas'ud, sedang berpikir" Ujarku sambil berlalu ke dapur.

Tak lama kemudian Pak Hakim berhenti, lalu kembali duduk dan menatap mata Tuan Mas'ud yang sedari tadi tampak tak sabar mendengar pernyataann dari sang hakim.

"Besok, pagi-pagi sekali, kita berangkat ke tempat temanmu itu berada, Tuan Mas'ud. Siapkanlah stok pakaianmu seperti biasa, dan kita dapat menyelesaikan perkara ini secepatnya"

Ucapan sang Hakim membuat Tuan Mas'ud berdiri, hampir-hampir saja Ia melompat karena begitu bahagia. " Baiklah Pak Hakim, besok pagi sekali akan ada temui diriku, kendaraan kuda, dan stok pakaian baru yang siap dijual" Ujarnya sumringah. Lalu buru-buru meninggalkan kami berdua.

"Bersiaplah Amir, kita akan melakukan perjalanan panjang besok" Ucap sang Hakim menutup pembicaraan kami sore itu.

(Bersambung...)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Inspiratif dan berkesan, semoga makin sukses dalam karya tulisan

13 Jul
Balas



search

New Post